Latar belakang
Tujuan
pendidikan itu secara alamiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang
secara alamiah adalah pertumbuhan menuju kedewasaan dan kematangan. Potensi ini
akan terwujud apabila didukung oleh beberapa faktor misalnya, makanan,
kesehatan, dan keamanan, relative sesuai dengan kebutuhan manusia. Yang menjadi
pertanyaan adalah Kedewasaan yang
bagaimanakah yang manusia butuhkan, apakah kedewasaan biologis jasmani-rohani,
moral atau kesemuanya. Maka cara kerja dan hasil filsafat dapat digunakan untuk
memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, dimana pendidikan adalah salah
satu aspek kehidupan manusia itu, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan
dan menerima pendidikan.
Oleh karena
itu pendidikan memerlukan filsafat , karena masalah-massalah pendidikan tidak
hanya menyangkut masalah pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada
pengalaman saja, melainkan masalah-masalah baru yang lebih luas, dalam dan
lebih kompleks. Dalam kata lain, filsafat mempengaruhi ilmu pengetahuan, yang
tersimpul dalam filsafat ilmu pengetahuan tertentu seperti filsafat hukum,
filsafat ekonomi, filsafat pendidikan dan sebagainya. Filsafat telah mewarisi
faham filsafat baik sadar maupun tidak, langsung ataupun tidak langsung.
Perbedaan pemikiran para ahli mengenai filsafat pendidikan telah melahirkan
konsep aliran- aliran dalam dunia pendidikan yang salah satunya adalah aliran
Rekonstruksionalisme.
Rumusan masalah
apa yang dimaksud dengan ?
·
ALIRAN PERENNIALISME
·
ALIRAN ESENSIALISME
·
ALIRAN ESENSIALISME
A. ALIRAN PERENNIALISME
a. Pegertian
perenialisma
Perenialisme diambil
dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of
Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year”
atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal.1 Dari makna yang
terkandung dalam kata itu adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan
filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal
abadi. Perenialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman moderen telah
menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Mengatasi krisis
ini perenialisme memberikan jalan keluar berupa “kembali kepada kebudayaan masa
lampau” regresive road to culture. Oleh sebab itu perennialisme memandang
penting peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman
modren ini kapada kebudayaan masa lampauyang dianggap cukup ideal yang telah
teruji ketangguhan nya.
Asas yang dianut perenialisme bersumber
pada filsafat kebudayaan yang terkiblat dua, yaitu (a) perenialisme yang
theologis – bernaung dibawah supremasi gereja katolik. Dengan orientasipada
ajaran dan tafsir Thomas Aquinas – dan (b) perenialisme sekuler berpegang pada
ide dan cita Plato dan Aristoteles
B Sejarah
Perkebdangan Aliran perenialisme
Aliran perenialisme
lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap
pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan
perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini
penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan
moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk
mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali
nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang
kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert
Maynard Hutchins dan ortimer Adler.3 Perenialisme lahir pada tahun 1930-an
sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialsme menentang
pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan suatu yang baru.
Perenialisme memandang situasi didunia ini penuh kekacawan, ketikdak pastian
dan ketidak teraturan, terutama pada kehidupan moral, intelektual dan sosial
kultural. Maka perlu ada usaha untuk mengamankan ketidak beresan ini. Teori
atau konsep pendidikan perenialisme dilatar belakangi oleh filsafat-filsafat
Plato yang merupakan bapak edialime klasik, filsafat Aristoteles sebagai bapak
realisme klasik dan filsafat Thomas Aquinas yang mencoba memadukan antara
filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) greja katolik yang tumbuh pada
zamannya (abat pertengahan).
Kira-kira abad ke-6
hingga abad ke-15 merupakan abad kejayaan dan keemasan filsafat perenialisme.
Namun, mungkin saja kita bisa saja dengan terburu-buru melihat perkembangan
filsafat perenial ini hanya dalam kerengka sejalan pemikiran barat saja,
melainkan juga terjadi di wilayah lainnya . dan memang harus tetap diakui
bahwasanya jejak perkembanganfilsafat perenial jauh lebih tampak 5
dalam konteks sejarah perkembangan intelektual barat, apalagi
sebagai jenis filsafat khusus, filsafat ni mendafat eleborasi sistem dari para
perenialis barat, seperti Agostino Steunco. Namun, filsafat perenial atau yang
sering disebut sebagai kebijaksanaan univeral, disebabkan oleh beberapa alasan
yang kompleks secara berangsur-angsur mulai rumtuh menjelang akhir abad ke-16.
Salah satu alasan yang paling dimonan adalah perkembangan yang pesat dari
pilsafat materialis. Filsafat materialis ini membawa perubahan yang radikal
terhadap paradigma hidup dan pemikiran manusia pada saat itu.
Memasuki abad ke-18, karena pengaruh
filsafat materialis, bayak aspek relita yang diabaikan, dan yang tinggal
hanyalah mekanistik belaka. Filsafat materialis ini begitu kuat mempengaruhi
pola pikir manusia abad modern yang merentang sejak abad ke-16 hingga akhir
abad ke-20. Memasuki akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, sehingga pada
tia-tiap bentuk pemikiran baru yang muncul hingga pada zaman kontemporer. Dan
zaman kontemporer inilah dapat dikatakan zama kebangkitan filsafat
perenialisme.
C Tokoh-tokoh Aliran Perenialisme
AristotelesFilsafat
perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama
dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan
dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam
abad ke-13.
Perenialisme
memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad
pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan
zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah
lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa
kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang.
Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau
itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini
perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu
berguna bagi abad sekarang ini. PlatoAsas-asas filsafat perenialisme bersumber
pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang
theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya
menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni
yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Pendapat di atas sejalan dengan apa yang
dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa
Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana
seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas
Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama
Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama
Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham
gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama
perenialisme.
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas
berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula
pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan
Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan
perenialisme.
Neo-Scholastisisme
atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas
dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu
pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan
eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka
metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di
kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat
spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya,
manusia dapat mengerti dan memaham’i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun
yang bersendikan religi. Jadi aliran perenialisme dipakai untuk program
pendidikan yang didasarkan atas pokok-pokok aliran Aristoteles dan S.T Thomas
Aquinas. Tokoh-tokoh yang mengembangkan ini timbul dari lingkungan agama
Katholik atau diluarnya.
D Prinsip-prinsip
Pendidikan Perennialisme
Dibidang pendidikan, perennialisme
sangat dipengaruhi oleh tokoh tokohnya: Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas.
Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai
adalah manifestasi dari pada hukum universal yang abadi dan sempurna, yakni
ideal, sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi
ukuran, asas normatif dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan
adalah “membina pemimpin yang sadar dan mempraktekkan asas-asas normatif itu
dalam semua aspek kehidupan. Menurut Plato, manusia secara kodrati
memiliki tiga potensi, yaitu: nafsu, kemauwan dan pikiran. Pendidikan hendaknya
berorientasi pada potensi itudan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang
ada disetiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Ide-ide Plato itu dikembangkan
oleh Aristoteles dengan lebih mendekat pada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles,
tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu,
maka aspek jasmani, emosi yang intelek harus dikenbangkan secara seimbang.
Seperti halnya
prinsip-prinsip Plato dan Aristoteles, pendidikan yang dimaui oleh Thomas
Aquinas adalah sebagai ”Usaha mewujutkan kapasitas yang ada dalam individu agar
menjadi aktualitas” aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar
– memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada
pada nya.
Prinsip-prinsip pendidikan perenialisme
tersebut perkembangannya telah mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti
pembagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah perguruan tinggi dan
pendidikan orang dewasa.
e. Pandangan-pandangan alran perenialisme
1. Pandangan
tentang realita (ontologis)
Peremialisme
memandang bahwa realita itu bersifat universal dan ada dimana saja, juga sama
disetiap waktu. Inilah jaminan yang dapat dipenuhi dengan jalan mengerti wujud
harmoni bentuk-bentuk realita, meskipun tersembunyi dalam satu wujut materi
atau pristiwa-pristiwa yang berubah, atau pun didalam ide-de yang bereang.7
Relitas bersumber
dan berujan akhir kepada relitas supranatural/tuhan (asas supernatural).
Relitas mempunyai watak bertujuan (asas teleologis). Substansi realitas adalah
bentuk dan materi (hylemorphisme). Dalam pengalaman, kita menemukan individual
ting. Contohnya, batu, rumput, orang, sapi, dalam bentuk, ukuran, warna dan
aktivitas tertentu. Didalam individual ting tersebut, kita menemukan
hal-hal yang kebetulan (accident). Contohnya, batu yang kasar atau
halus, sapi yang gemuk, orang berbakat olahraga. Akan tetapi, di dalam realitas
tersebut terdapat sifat asasi sebagai identitasnya (esensi), yaitu wujud suatu
realita yang embedakan dia dari jenis yang lainnya. Contohnya, orang atau Ahmad
adalah mahluk berfikir. Esensi tersebut membedakan Ahmad sebangai manusia dari
benda-benda, tumbuhan dan hewan. Inilah yang universal dimana pun ada dan sama
disetiap waktu.8 Ontologi perennialisme terdiri dari pengertian-pengertian
seperti benda individuIl, esensi, aksiden dan substansi. Perennialisme
membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah ini.
Benda individual disini adalah benda sebagaimana nampak dihadapan manusia dan
yang ditangkap dengan panca indera seperti batu, lembu, rumput, orang dalam
bentuk, ukuran, warna dan aktifitas tertentu.
Misalnya bila manusia ditinjau dari
esensinya adalah makhluk berpikir. Adapun aksiden adalah keadaan-keadaan khusus
yang dapat berubah-ubah dan yang sifatnya kurang penting dibandingkan dengan
esensial, misalnya orang suka bermain sepatu roda, atau suka berpakaian bagus,
sedangkan substansi adalah kesatuan dari tiap-tiap individu, misalnya
partikular dan uni versal, material dan spiritual.
2. Pandangan
tentang pengetahuan (Epistimologi)
Perenialisme berpendapat bahwa segala
sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung
pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian an tara
pikir dengan benda-benda. Benda-benda disini maksudnya adalah hal-hal yang
adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian. lni berarti bahwa perhatian
mengenai kebenaran adalah perhatian mengenai esensi dari sesuatu. Kepercayaan
terhadap kebenaran itu akan terlindung apabila segala sesuatu dapat diketahui
dan nyata. Jelaslah bahwa pengetahuan itu merupakan hal yang sangat penting
karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang konsekuen. Menurut
perenialisme filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab science
sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat analisa
empiris kebenarannya terbatas, relatif atau kebenaran probability. Tetapi
filsafat dengan metode deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang
dihasilkannya bersifat self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan
hukum-hukum berpikir sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa
kesimpulannya bersifat mutlak asasi.Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu
adanya dalil-dalil yang logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak
kebenarannya. Seperti pada prinsip-prinsip yang di kemukakan oleh Aristoteles
diatas,
3. Pandangan
tentang nilai (Axiologi)
Pandangan tentang
hakikat nilai menurut perenialisme adalah pandangan mengenai hal-hal yang
bersifat spiritual. Hal yang absolut atau ideal (Tuhan) adalah sumber nilai dan
oleh karna itu nilai selalu bersifat teologis. Menurut perenialisme, hakikat
manusia juga menentukan hakikat perbuatannya, sedangkan hakikat manusia
pertama-tama tergantung pada jiwanya. Jadi persoalan nilai berarti juga
persoalan spiritual.
Hakikat manusia adalah emansipasi
(pancaran) yang potensial lang yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan, dan
atas dasar inilah tujuan baik buruk itu dilakukan. Berarti dasar-dasar yang
didukung haruslah teologis
4. Pandangan tentang pendidikan
Pendidikan
Perenialisme
memandang edukation as cultural regresion: pendidikan sebagai jalan
kembali,atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam
kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan yang ideal. Tugas
pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang
pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang
dipandang kebudayaan ideal tersebut.
Sejalan dengan hal
diatas, perenialist percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal
dan abadi. Robert M. Hutchins mengemukakan ”Pendidikan mengimplikasikan
pengajaran. Pengajaran mengiplikasikan pengetahuan. Pengetahuan adalah
kebenaran. Kebenaran dimana pun dan kapan pun adalah sama”. Selain itu,
pendidikan dipandang sebagai suatu persiapan untuk hidup, bukan hidup
itu sendiri.
Tujuan
pendidikan
Bagi perenialist bahwa nilai-nilai
kebenaran bersifat universal dan abadi, inilah yang harus menjadi tujuan
pendidikan yang sejati. Sebab itu, tujuan pendidikannya adalah membantu peserta
didik menyingkapkan dan menginternalisasikan nila-nilai kebenaran yang abadi
agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
Sekolah
Sekolah merupakan
lembaga tempat latihan elite itelektual yang mengetahui kebenaran dan suatu
waktu akan meneruskannya kepada generasi pelajar yang baru. Sekolah adalah
lembaga yang berperan mempersiapkan peserta didik atau orang muda untuk terjun
kedalam kehidupan. Sekolah bago perenialist merupakan peraturan-peraturan yang artificial
dimana peserta didik berkenalan dengan hasil yang paling baik dari warisan
sosial budaya.
Kurikulum
Kurikulum pendidikan
bersifat subject centered berpusat pada materi pelajaran. Materi
pelajaran haris bersifat uniform, universal dan abadi, selain itu materi
pelajaran terutama harus terarah kepada pembentukan rasionalitas manusia, sebab
demikianlah hakikat manusia. Mata pelajaran yang mempunyai status tertinggi
adalah mata pelajaran yang mempunyai “rational content” yang lebih besar.
Metode
Metode pendidikan
atau metode belajar utama yang digunakan oleh perenialist adalah membaca dan
diskusi, yaitu membaca dan mendikusikan karya-karya besar yang tertuang dalam the
great books dalam rangka mendisiplinkan pikiran.
Peranan guru
dan peserta didik
Peran guru bukan sebagai perantara
antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai “mirid” yang
mengalami proses belajar serta mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensi self-discovery,
dan ia melakukan moral authority (otoritas moral) atas murid-muridnya
karena ia seorang propesional yang qualifiet dan superior dibandingkan
muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih, dan perfect knowledge
B. ALIRAN ESENSIALISME
a. Pengertian
Esensialisme
Sebangai mana progresivisme,
esensialisme dikenal sebagai gerakan pendidikan danjuga sebagai aliran filsafat
pendidikan. Essensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang
esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental, atau unsur
mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu. Menurut Esensialisme, yang esensial
tersebut harus diwariskan kepada generasi muda agar dapat bertahan dari waktu
ke waktu karenaitu Esensialisme tergolong tradisionalisme.
Esensialisme tumbuh
sebagai protes atau perlawanan terhadap progresivisme. Sekitar tahun 1930
timbul organisasi yang bernama esensialist Committee for the Advancement of
Education. Salah seorang tokoh yang terkenal adalah Wiliam C. bagley,
Arthur K. Ellis, dkk dalam bukunya mengemukakan bahwa Esensialisme berakar dari
aliran filsafat idialisme dan realisme. Wiliam C. bagley (1876-1946)adalah
pemimpin gerakan Eensialisme dalam dalam melawan gerakan progresivisme dari
John Dedey dan W. H. kilpatrick.
b. Sejarah
Perkembanggan Esensialis
Esensialisme muncul
pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan
progresivisme, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan
ke 14 Masehi. Didalam zaman Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya
usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta
kebudayaan purbakala, terutama dizaman Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance
itu merupaka reaksi terhadapa tradisi dan sebagai puncak timbulnya
individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang dari aktivitas
manusia.14 Gerakan esensialisme muncul pada awal tahun 1930 dengan beberapa
orang pelopornya seperti William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan
Isac L. Kandell. Pada tahun 1938 mereka membentuk suatu lembaga yang disebut
dengan “the essensialist committee for the advancement of American Education”
sementara Bagley sebagai pelopor esensialsme adalah seorang guru besar pada
“Teacher College” Colombia University. Bagley yakin bahwa fungsi utama sekolah
adalah mentransmiskan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda. Bagley
dan rekan-rekannya yang memiliki kesamaan pemikiran dalam hal pendidikan sangat
kritis terhadap ppraktek pendidikan progresif. Mereka berpendapat bahwa
pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral anak
muda. Setelah perang dunia ke-2, kritk terhadap pendidikan progresiv telah
tersebar luar dan tampak merujuk pada kesimpulan : sekolah gagal dalam tugas
mereka mentransmisikan warisan-warisan intelektual dan sosial. Esensialisme,
yang memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme, berpendapat bahwa kultur
kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan
sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematis dan
berdisiplin.15
Aliran ini populer
pada tahun 1930 an dengan populernya Wiliam Bagley (1874-1946). Pada awal abad
ke-20 aliran ini dikritik sebagai aliran kaku untuk mempersiapkan siswa
memasuku dunia dewasa. Namun, dengan suksesnya Ui Sopiet dalam meluncurkan
Sputnik pada tahun 1957, minat pada aliran ini kembali hidup. Pada tahun 1983 The
President’s Commission on Excellence in Education di AS menerbitkan
laporan, A Nation at Risk, yang memperlihatkan kehidupan penganut aliran
esensialis.16
c. Ciri-ciri
Aliran Esensialisme
Esensialisme yang berkembang pada zaman Renaissance
mempunyai tinjauan yang berbeda dengan progressivisme mengenai pendidikan dan
kebudayaan. Jika progressivisme menganggap pendidikan yang penuh fleksibelitas,
serba terbuka untuk perubahan, tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu,
toleran dan nilai-nilai dapat berubah dan berkembang, maka aliran Esensialisme
ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas
dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah,
mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya
pendidikan haruslah
diatas pijakan nilai
yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan
nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi
Nilai-nilai yang
dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif,
selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai
pangkal timbulnya pandangan-pandangan Esensialistis awal. Puncak refleksi dari
gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas.
Idealisme dan
Realisme adalahaliran-aliran filsafat yang membentuk corak Esensialisme.
Sumbangan yang diberikan oleh masing-masing ini bersifat eklektik, artinya dua
aliran filsafat ini bertemu sebagai pendukung Esensialisme, tetapi tidak lebur
menjadi satu. Berarti, tidak melepaskan sifat-sifat utama masing-masing.
Realisme modern yang
menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat tinjauannya adalah
mengenai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang
lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual.
Idealisme modern
mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi
gagasan-gagasan(ide-ide). Di balik duni fenomenal ini ada jiwa yang tidak
terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai
makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Dengan menguji
menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya, manusia akan dapat mencapai
kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan sendiri.
Sedangkan, ciri-ciri
filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley adalah
sebagai berikut :
minat-minat yang
kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat
atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
pengawasan pengarahan, dan
bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau
keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
oleh karena kemampuan
untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakan disiplin
adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
esensialisme
menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan
sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.17
d. Tokoh-
tokoh Aliran Esensialisme
Esensialisme didasri
atas pandanga humanis yang merupakan reaksi tehadap hidup yang mengarah pada
keduniawian, serba ilmiah dan meterialistik. Selain itu juga diwarnai oleh
pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. Beberapa
tokoh utama dalam penyebaran aliran esensialisme adala:
Desiderius Erasmus, humanis
Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16, yang merupakan
tikoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain.
Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanistis dan bersifat
internayional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum Aristokrat.
Johann Amos
Comenius, yang hidup di seputar tahun 1592-1670, adalah seorang yang
memiliki pandangan realitas dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan
mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak tuhan, karena pada
hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
John Locke, tikoh
dari inggris yang hidup pada tahun 1632-1704 sebagai pemikir dunia berpendapat
bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
Johann Henrich
Pestalozzi, sebagai seorang tokoh yang berpandangan naturalistis yang hidup
pada tahun 1746-1827. Pestalozzi memiliki kepercayaan bahwa sifat-sifat alam
itu tercermin pada manusia, sehingga pada manusia terdapat kemampuan-kemampuan
wajarnya.
Johann Friederich
Frobel, 1782-1852 sebagai tokoh yang berpandangan kosmis-sintetis dengan
keyakinannya bahwa manusia adalah mahluk ciptaan tuhan yang merupakan bagian
dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum
alam.
Johann Friederich
Harbert, yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagai salah seorang murid dari
Immanuel Kant yang berpandangan kritis, Harbert berpendapat bahwa tujuan
pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang Mutlak
dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah yang disebut
proses pencapayan tujuan pendidikan oleh Harbert sebagai pengajaran yang
mendidik.
William T. Harris,
tokoh dari Amerika Serikat hidup pada tahun 1835-1909. Harris yang
pandanganmya dipengaruhi oleh Hegel berusaha menerapkan idealisme obyektif pada
pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita
berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual
e. Pandangan-pandangan Aliran Esensialisme
1. Pandangan
relita (ontologi)
Sifat yang menonjol
dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh
tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Pendapat ini
berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan
dengan tata alam yang ada. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk
pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu
pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.
Kurikulum sekolah bagi
esenisalisme semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran
kenyataan, kebenaran dan keagungan. Maka dalam sejarah perkembangannya,
kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idealisme, realisme dan
sebagainya. Adapun uraian mengenai realisme dan idealisme ialah:
Realisme yang mendukung esensialisme yang disebut realisme obyektif karena
mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tcmpat manusia di
dalamnya. Ilmu pengetahuan yang mempengaruhi aliran realisme dapat dilihat dari
fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari
alam fisika dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang jalan khusus. Dengan
demikian berarti bahwa suatu kejadian yang paling sederhana pun dapat
ditafsirkan menurut hukum alam di antaranya daya tarik bumi. Sedangkan oleh
ilmu-ilmu lain dikembangkanlah teori mekanisme, dan dunia itu ada dan terbangun
atas dasar sebab akibat, tarikan dan tekanan mesin yang sangat besar.
ldealisme obyektif
mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis dibandingkan dengan realisme
obyektif. Maksudnya adalah bahwa pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh
yang boleh dikatakan meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa
totalitas dalam alam semesta
ini pada hakikatnya
adalah jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa segala
sesuatu yang ada ini adalah nyata.
Hegel mengemukakan
adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang
menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh
mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap
tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis.
2. Pandangan
tentang pengetahuan (Epistimologi)
Teori kepribadian
manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistimologi
esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari relita sebagai mikrokosmos
dan makrokosmos, makna manusia pasti mengetahui dalam tingkat kualitas apa
rasionya manpu memikirkan kesemestaan itu.dan berdasarkan kualitas itulah
manusia memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam bidang-bidang: ilmu alam,
biologi, sosial, estetika, dan agama.
3. Pandangan
tentang nilai (axiologi)
Nilai, seperti
hanyalah pengetahuan berakar pada dan diperoleh dari sumber-sumber obyektif.
Sedangkan sifat-sifat nilai terganung dari pandangan yang timbul dari relisme
dan idealisme. Menurut realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara
konsepsuil terlebih dahulu, melainkan tergantung dari apa atau lanjutnya akan
tergantung pula dari sikap subyek.
Menurut idealisme,
sesuatu yang nampak pada dunia temporal itu belum tentu mempunyai nilai bagi
manusia. Sebb nilai itu berakar pada hal-hal yang temporal saja seperti halnya
awan putih pada pagi hari masih tampak, tetapi siang atau sore hari sudah
hilang.20
4. Pandangan tentang pendidikan
Pendidikan
Bagi penganut
Esensialisme pendidikan merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, “Edukation
as Cultural Conservation”. Mereka percaya bahwa pendidikan harus didasarkan
kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
Sebab kebudayaan tersebut telah teuji dalam segala zaman, kondisi dan sejarah.
Kebudayaan adalah esensial yang mempu mengemban hari, kini dan masa depan umat
manusia.
Tujuan
pendidikan
Pendidikan bertujuan
mentransmisikan kebudayaan untuk menjamin solidaritas sosial dan kesejahteraan
umum.
Sekolah
Fungsi utama sekolah
adalah memelihara nilai-nilai yang telah turun-temurun, dan menjadi penuntun
penyesuayan orang (individu) kepada masyarakat. Sekolah yang baik adalah
sekolah yang berpusat pada masyarakat, “society centeret school”, yaitu sekolah
yang mengutamakan kebutuhan dan minat masyarakat.
Kurikulum
Kurikulum (isi pendidikan) direncanakan
dan diorganisasi oleh seorang dewasa atau guru sebagai wakil masyarakat, society
centered. Hal ini sesuai dengan dasar filsafat idealisme dan realisme yang
menyatakan bahwa masyarakat dan alam (relisme) atau masyarakat dan yang absolut
(idealisme) mempunyai perana menentukan bagaimana seharusnya individu (pesarta
didik)hidup.
Metode
Dalam hal metode
pendidikan Esensialisme menyarankan agar sekolah-sekolah mempertahankan
metode-metode tradisional yang merhubungan dengan disiplin mental. Metode problem
solving memang ada manfaatnya, tetapi bukan prosedur yang dapat diterapkan
dalam seluruh kegiatan belajar.
Peranan guru dan
peserta didik
Guru atau pendidik
berperan sebagai mediator atau “jembatan” antara dunia masyarakat atau orang
dewasa dengan dunia anak. Guru harus disiapkan sedemikian rupa agar secara
teknis mampu melaksanakan perannya sebagai pengarah proses belajar. Adapun
secara moral guru haruslah orang terdidik yang dapat dipercaya. Dengan denikian
inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada peserta didik.
Peran peserta didik adalah
belajar, bukuan untuk mengatur pelajaran. Menurut idealisme belajar, yaitu
menyesuaikan diri pada kebaikan dan kebenaran seperti yang telah ditetapkan
oleh yang absolut. Sedangkan menurut realisme belajar berarti penyesuaian diri
terhadap masyarakat dan alam. Belajar berarti menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh
nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi
dan diteruskan kepada angktan berikutnya
C C
Sebelum
menuju pengertian filsafat Rekonstruksionalisme alangkah baiknya kita
mengetahui apa arti filsafat. Filsafat adalah hasil pemikiran ahli-ahli
filsafat atau filosof-filosof sepanjang zaman diseluruh dunia. Sejarah
pemikiran filsafat yang amat panjang telah memperkaya ilmu filsafat. Sebagai
ilmu tersendiri filsafat tidak saja telah menarik minat para pemikir, tetapi
filsafat amat banyak mempengaruhi perkembangan ke seluruh budaya umat manusia.
Ajaran
filsafat pada dasarnya adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa orang
ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Perbedaan cara dalam
meng-approach suatu masalah akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang
berbeda-beda tentang masalah yang sama. Perbedaan-perbedaan itu dapat juga
disebebkan latar belakang pribadi para ahli tersebut, disamping pengaruh Zaman,
kondisi alam pikiran manusia di suatu tempat. Kenyataan-kenyataan itu
melatarbelakangi perbedaan-perbedaan tiap-tiap pokok ajaran filsafat. Suatu
ajaran filsafat juga dapat pula sebagai produk suatu zaman, produk suatu
kultura dan social matrix. Dengan demikian suatu filsafat merupakan aksi reaksi
atas suatu realita kehidupan manusia. Filsafat dapat membentuk cita-cita
idealisme yang secara radikal berhasrat meninggalkan suatu pola kehidupan
tertentu.
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris
rekonstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan,
Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme,
yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran
rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan
zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebinggungan
dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran
rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran
perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan
yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan.
Aliran perennialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam
kebudayaan lama atau dikenal dengan regressive road culture yang mereka anggap
paling ideal. Sementara itu aliran rekonstruksionalisme menempuhnya dengan
berupaya membina suatu konsensus yang paling luas mengenai tujuan tertinggi dan
terpokok dalam kehidupan manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme
berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau orang, yakni agar dapat
mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.
Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak
tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk
mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar ummat manusia.
1. TOKOH-TOKOH REKONTRUKSIONALISME
Rekontruksionalisme
dipelopori oleh George Count dan Rugg pada tahun 1930, ingin membangun
masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran
ini yaitu : Carroline Pratt, Georg Count, dan Harold Rugg.
Caroline
Patt menyatakan bahwa nilai terbesar suatu sekolah harus menghasilkan manusia-manusia
yang dapat berfikir secara efektif dan bekerja secara konstruktif , yang saat
bersamaan dapat membuat suatu dunia yang lebih baik dibandingkan dengan
sekarang ini untuk hidup didalamnya.
2. PANDANGAN REKONTRUKSIONALISME DAN PENERAPAN DALAM
BIDANG PENDIDIKAN.
Aliran
rekontruksionalisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamattan dunia merupakan
tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya
intelektual dan spiritual yang sehat akan membina manusia melalui pendidikan
yang tepat atas norma dan nilai pula demi generasi sekarang dan generasi yang
akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan
suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan
dunia yang dikuasai oleh dunia tertentu.untuk secara konstruktif menyesuaikan
diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari
ilmu pengetahuan
Pada
prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk
dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat
sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan bakikat rohani. Kedua macam
hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna azali dan
abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes,
seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima
atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera
ditangkap oleh panca indera manusia, sementara itu kenyataan bathin segera
diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita
sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab
utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai
penggerak sesuatu tanpa gerak. Tuhan adalah aktualitas murni yang sarna sekali
sunyi dan substansi.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.
Rekontruksionisme
mengingginkan pendidikan yang membangkitkan kemampuan peserta didik untuk
secara konstuktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan
masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta
didik tetap berada dalam suasana bebas (Imam Barnadib.1987:26 ).
Adapun
pandangan-pandangan tentang aliran rekontruksionisme, yaitu :
A. pandangan
secara ontology
Dengan
ontology menerangkan bagaimana hakikat dari segala sesuatu. Aliran
rekontuksionalisme memandang relaita bersifat Universal, yang mana realita itu
ada di mana dan sama tempat-tempat. Untuk mengerti suatu relita harus beranjak
dari sesuatu yang kongkrit dan menuju kearah yang khusus penampakan diri dalam perwujudan
sebagaimana yang kita lihat di hadapan kita dan ditangkap oleh panca indera
manusia, hewan, dan tumbuhan atau benda lain disekeliling kita, realita yang
kita ketahui dan kita hadapi tidak terlepas dari suatu system, selain substansi
yang dipunyai dan tiap-tiap benda tersebut, dan dapat dipilih melalui akal
pikiran. Kemudian, realita sebagai substansi selalu cenderung bergerak dan berkembang
dari potensialitas menuju aktualitas. Dengan demikian gerakan tersebut mencakup
tujuan dan terarah guna mencapai tujuan masing-masing dengan caranya sendiri
dan diakui bahwa tiap reallita memiliki perspektif sendiri.
B. pandangan
ontologis
Dalam proses
interaksi sesama manusia diprelukan nilai-nilai. Begitu juga halnya dalm
kehdupan manusia dengan sesamanya tidak mungkin melakukan sikap netral, akan
tetapi manusia sadar atau tidak sadar telah melakukan proses penilaian, yang
merupakan kecendrungan manusia. Tetapi secara umum ruang lingkup tentang
pengertian “nilai” tidak terbatas.
Aliran
rekontruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan asas-asas supernatural
yakni menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip
nilai eologis. Hakikat manusia adalah emansipasi yang potensial yang berasal
dari dan dipimpin oleh tuhan dan atas dasar inilah tinjuauan tentang kebenaran dan
keburukan dapat diketahuinya. Kemudiam manusia sebagai subject telah memiliki
potensi-potensi kebaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya. Kebaikan itu
akan tetap tinggi nilainya bila dikuasai oleh hawa nafsu belaka, karena itu
akal mempunyai peran untuk memberi penentuan.
C. pandangan
epistemology
kajian
epsitomologi aliran ini lebih merujuk pada pendapat aliran pragmatisme dan
perenialisme. Berpijak dari pemikiran bahwa untuk memahami relita alam nyata
memerlukan azas tahu dalam arti bahwa tidak mungkin memahami realita ini tanpa
melalui proses pengalaman dan hubungan dengan realita terlebih dahulu melalui
penemuan suatu pintu ilmu pengetahuan. Karenanya baik akal ataupun rasio
sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan, dan akal dibawa oleh panca indra
menjadi pengetahuan dalam yang sesungguhnya. Ini juga berpendapat bahwa dasar
suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan self evidence, yakni bukti yang ada
pada diri sendiri, realita dan eksistensinya.Pemahaman bahwa pengetahuan yang
benar buktinya ada dalam pengetahuan ilmu itu sendiri.
Dalam
rekontruksionisme tugas guru yaitu memberikan kesadaran kepada peserta didik
terhadap masalah yang dihadapi , membantu peserta didik agar dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan baik.
Kurikulum
merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh
kegiatan pendidikan. Menginggat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan
kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara
sembarangan. Menyusun kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang
didasarkan pada hasil-hasil penelitian dan pemikiran yang mendalam. Penyusunan
kurikulum tanpa landasan-landasan yang kuat akan berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya akan berakibat pula
terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Landasan yang digunakan itu
salah satunya yaitu filsafat pendidikan rekontruksionisme.
D.Pandangan Aksiologi
Aksiologi : Nilai kegunaan ilmu, penyelidikan tentang prinsip-prinsip
nilai. Brameld dalam Syom (1988) membagi nilai dalam aksiologi menjadi : 1).
Moral conduct, tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu
Ethika, 2). Esthetic expression, ekspresi keindahan, yang melahirkan Esthetika,
dan 3). Socio-polical life, kehidupan sosio-politik, Yang melahirkan ilmu
filsofat sosio-politik.
Masalah-masalah aksiologi di atas menjelaskan dengan keriteria atau prinsip
tertentu, apakah yang dianggap baik di dalam tingkah laku manusia itu, apakah
yang dimaksud indah dalam seni dan apakah yang benar dan diinginkan dalam
organisasi social kemasyarakatan-kenegaraan.
Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan
mengintegrasikan nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan membinakannya dalam
kepribadian anak didik. Memang untuk menjelaskan apakah yang baik itu, benar,
buruk dan jahat bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan
buruk, dalam arti mendalam dimaksudkan untuk membina kepribadian ideal anak,
jelas merupakan tugas utama pendidikan.
Pendidikan harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk
dan sejenisnya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari
segi etika, estetika dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai itu
terintegrasi dan saling berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga,
tetangga, kota, negara adalah nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia
pendidikan bahkan sebaliknya harus mendapat perhatian.
Selanjutnya untuk mengenal perkembangan pemikiran dunia filsafat
pendidikan, berikut dikemukakan beberapa aliran filsafat pendidikan,
diantaranya; Progressivisme, Esensialisme, Perennialisme dan
Rekonstruksionalisme.
Penutup
Kesimpulan
Perenialisme lahir
pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.
Perenialsme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan
suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi didunia ini penuh kekacawan,
ketikdak pastian dan ketidak teraturan, terutama pada kehidupan moral,
intelektual dan sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk mengamankan ketidak
beresan ini.
Sebangai mana progresivisme,
esensialisme dikenal sebagai gerakan pendidikan danjuga sebagai aliran filsafat
pendidikan. Essensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang
esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental, atau unsur
mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu. Menurut Esensialisme, yang esensial
tersebut harus diwariskan kepada generasi muda agar dapat bertahan dari waktu
ke waktu karenaitu Esensialisme tergolong tradisionalisme.
Dalam konteks pendidikan, aliran
rekonstruksionalisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan
itu lama dengan membangun tata susunan baru yang bercorak modern.
Aliran rekontruksionalisme pada dasarnya sepaham
dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern.
Kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang memiliki
kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran
Daftar pustaka
Drs. Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, (jakarta):
penerbit BUMI AKSARA, 2008
Drs, Amsal Amri, studi filsafat pendidikan, (Banda
Aceh): yayasan PeNA, 2009
Dinn Wahyudin, dkk, pengantar pendidikan, (Jakarta):
Universitas Terbuka, 2010
Drs. Parasetya, filsafat pendidikan, (Bandung):
Pustaka Setia, 2002
PROF. DR. A. Chaedra Alwasiah, Filsafat Bahasa dan
Pendidikan, (Bandung):Pt Remaja Rosdakarya, 2008
http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/2011/12/23/filsafat-pendidikan/
http://luphypamali.blogspot.com/2012/03/perenialisme.html
http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/aliran-perenialisme-dalam-pendidikan/
http://sentangperkasa.yolasite.com/blog/pendidikan-menurut-pandangan-perenialisme
http://dadanggani.blogspot.com/2012/03/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar