Jumat, 06 Januari 2017

FILSAFAT PENDIDIKAN DENGAN ALIRAN PERENIALISME, ENSSENSIALISME, & REKONSTRUKSIONALISME.


Bab I pendahuluan
Latar belakang
Tujuan pendidikan itu secara alamiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang secara alamiah adalah pertumbuhan menuju kedewasaan dan kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila didukung oleh beberapa faktor misalnya, makanan, kesehatan, dan keamanan, relative sesuai dengan kebutuhan manusia. Yang menjadi pertanyaan adalah  Kedewasaan yang bagaimanakah yang manusia butuhkan, apakah kedewasaan biologis jasmani-rohani, moral atau kesemuanya. Maka cara kerja dan hasil filsafat dapat digunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, dimana pendidikan adalah salah satu aspek kehidupan manusia itu, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan dan menerima pendidikan.
Oleh karena itu pendidikan memerlukan filsafat , karena masalah-massalah pendidikan tidak hanya menyangkut masalah pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman saja, melainkan masalah-masalah baru yang lebih luas, dalam dan lebih kompleks. Dalam kata lain, filsafat mempengaruhi ilmu pengetahuan, yang tersimpul dalam filsafat ilmu pengetahuan tertentu seperti filsafat hukum, filsafat ekonomi, filsafat pendidikan dan sebagainya. Filsafat telah mewarisi faham filsafat baik sadar maupun tidak, langsung ataupun tidak langsung. Perbedaan pemikiran para ahli mengenai filsafat pendidikan telah melahirkan konsep aliran- aliran dalam dunia pendidikan yang salah satunya adalah aliran Rekonstruksionalisme.
Rumusan masalah
apa yang dimaksud dengan ?
·         ALIRAN PERENNIALISME
·         ALIRAN ESENSIALISME
·         ALIRAN ESENSIALISME




A. ALIRAN PERENNIALISME
a. Pegertian perenialisma
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal.1 Dari makna yang terkandung dalam kata itu adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi. Perenialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman moderen telah menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Mengatasi krisis ini perenialisme memberikan jalan keluar berupa “kembali kepada kebudayaan masa lampau” regresive road to culture. Oleh sebab itu perennialisme memandang penting peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modren ini kapada kebudayaan masa lampauyang dianggap cukup ideal yang telah teruji ketangguhan nya.
Asas yang dianut perenialisme bersumber pada filsafat kebudayaan yang terkiblat dua, yaitu (a) perenialisme yang theologis – bernaung dibawah supremasi gereja katolik. Dengan orientasipada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas – dan (b) perenialisme sekuler berpegang pada ide dan cita Plato dan Aristoteles

B Sejarah Perkebdangan Aliran perenialisme
Aliran perenialisme lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.3 Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialsme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi didunia ini penuh kekacawan, ketikdak pastian dan ketidak teraturan, terutama pada kehidupan moral, intelektual dan sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk mengamankan ketidak beresan ini. Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatar belakangi oleh filsafat-filsafat Plato yang merupakan bapak edialime klasik, filsafat Aristoteles sebagai bapak realisme klasik dan filsafat Thomas Aquinas yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) greja katolik yang tumbuh pada zamannya (abat pertengahan).
Kira-kira abad ke-6 hingga abad ke-15 merupakan abad kejayaan dan keemasan filsafat perenialisme. Namun, mungkin saja kita bisa saja dengan terburu-buru melihat perkembangan filsafat perenial ini hanya dalam kerengka sejalan pemikiran barat saja, melainkan juga terjadi di wilayah lainnya . dan memang harus tetap diakui bahwasanya jejak perkembanganfilsafat perenial jauh lebih tampak 5
dalam konteks sejarah perkembangan intelektual barat, apalagi sebagai jenis filsafat khusus, filsafat ni mendafat eleborasi sistem dari para perenialis barat, seperti Agostino Steunco. Namun, filsafat perenial atau yang sering disebut sebagai kebijaksanaan univeral, disebabkan oleh beberapa alasan yang kompleks secara berangsur-angsur mulai rumtuh menjelang akhir abad ke-16. Salah satu alasan yang paling dimonan adalah perkembangan yang pesat dari pilsafat materialis. Filsafat materialis ini membawa perubahan yang radikal terhadap paradigma hidup dan pemikiran manusia pada saat itu.
Memasuki abad ke-18, karena pengaruh filsafat materialis, bayak aspek relita yang diabaikan, dan yang tinggal hanyalah mekanistik belaka. Filsafat materialis ini begitu kuat mempengaruhi pola pikir manusia abad modern yang merentang sejak abad ke-16 hingga akhir abad ke-20. Memasuki akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, sehingga pada tia-tiap bentuk pemikiran baru yang muncul hingga pada zaman kontemporer. Dan zaman kontemporer inilah dapat dikatakan zama kebangkitan filsafat perenialisme.

C  Tokoh-tokoh Aliran Perenialisme
AristotelesFilsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang.
Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini. PlatoAsas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama perenialisme.


Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya.  Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham’i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi. Jadi aliran perenialisme dipakai untuk program pendidikan yang didasarkan atas pokok-pokok aliran Aristoteles dan S.T Thomas Aquinas. Tokoh-tokoh yang mengembangkan ini timbul dari lingkungan agama Katholik atau diluarnya.


 D  Prinsip-prinsip Pendidikan Perennialisme
Dibidang pendidikan, perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh tokohnya: Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi dari pada hukum universal yang abadi dan sempurna, yakni ideal, sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran, asas normatif dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan adalah “membina pemimpin yang sadar dan mempraktekkan asas-asas normatif itu dalam semua aspek kehidupan. Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu: nafsu, kemauwan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itudan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada disetiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Ide-ide Plato itu dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekat pada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi yang intelek harus dikenbangkan secara seimbang.
Seperti halnya prinsip-prinsip Plato dan Aristoteles, pendidikan yang dimaui oleh Thomas Aquinas adalah sebagai ”Usaha mewujutkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas” aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar – memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada nya.
Prinsip-prinsip pendidikan perenialisme tersebut perkembangannya telah mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pembagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah perguruan tinggi dan pendidikan orang dewasa.




e. Pandangan-pandangan alran perenialisme
1. Pandangan tentang realita (ontologis)

Peremialisme memandang bahwa realita itu bersifat universal dan ada dimana saja, juga sama disetiap waktu. Inilah jaminan yang dapat dipenuhi dengan jalan mengerti wujud harmoni bentuk-bentuk realita, meskipun tersembunyi dalam satu wujut materi atau pristiwa-pristiwa yang berubah, atau pun didalam ide-de yang bereang.7
Relitas bersumber dan berujan akhir kepada relitas supranatural/tuhan (asas supernatural). Relitas mempunyai watak bertujuan (asas teleologis). Substansi realitas adalah bentuk dan materi (hylemorphisme). Dalam pengalaman, kita menemukan individual ting. Contohnya, batu, rumput, orang, sapi, dalam bentuk, ukuran, warna dan aktivitas tertentu. Didalam individual ting tersebut, kita menemukan hal-hal yang kebetulan (accident). Contohnya, batu yang kasar atau halus, sapi yang gemuk, orang berbakat olahraga. Akan tetapi, di dalam realitas tersebut terdapat sifat asasi sebagai identitasnya (esensi), yaitu wujud suatu realita yang embedakan dia dari jenis yang lainnya. Contohnya, orang atau Ahmad adalah mahluk berfikir. Esensi tersebut membedakan Ahmad sebangai manusia dari benda-benda, tumbuhan dan hewan. Inilah yang universal dimana pun ada dan sama disetiap waktu.8 Ontologi perennialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individuIl, esensi, aksiden dan substansi. Perennialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah ini. Benda individual disini adalah benda sebagaimana nampak dihadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indera seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna dan aktifitas tertentu.
Misalnya bila manusia ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir. Adapun aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan yang sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensial, misalnya orang suka bermain sepatu roda, atau suka berpakaian bagus, sedangkan substansi adalah kesatuan dari tiap-tiap individu, misalnya partikular dan uni versal, material dan spiritual.

2. Pandangan tentang pengetahuan (Epistimologi)
Perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian an tara pikir dengan benda-benda. Benda-benda disini maksudnya adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian. lni berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah perhatian mengenai esensi dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan terlindung apabila segala sesuatu dapat diketahui dan nyata. Jelaslah bahwa pengetahuan itu merupakan hal yang sangat penting karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang konsekuen. Menurut perenialisme filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab science sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat analisa empiris kebenarannya terbatas, relatif atau kebenaran probability. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang dihasilkannya bersifat self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa kesimpulannya bersifat mutlak asasi.Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil-dalil yang logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Seperti pada prinsip-prinsip yang di kemukakan oleh Aristoteles diatas,

3. Pandangan tentang nilai (Axiologi)
Pandangan tentang hakikat nilai menurut perenialisme adalah pandangan mengenai hal-hal yang bersifat spiritual. Hal yang absolut atau ideal (Tuhan) adalah sumber nilai dan oleh karna itu nilai selalu bersifat teologis. Menurut perenialisme, hakikat manusia juga menentukan hakikat perbuatannya, sedangkan hakikat manusia pertama-tama tergantung pada jiwanya. Jadi persoalan nilai berarti juga persoalan spiritual.
Hakikat manusia adalah emansipasi (pancaran) yang potensial lang yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan, dan atas dasar inilah tujuan baik buruk itu dilakukan. Berarti dasar-dasar yang didukung haruslah teologis

4. Pandangan tentang pendidikan
Pendidikan
Perenialisme memandang edukation as cultural regresion: pendidikan sebagai jalan kembali,atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan yang ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang kebudayaan ideal tersebut.
Sejalan dengan hal diatas, perenialist percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi. Robert M. Hutchins mengemukakan ”Pendidikan mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengiplikasikan pengetahuan. Pengetahuan adalah kebenaran. Kebenaran dimana pun dan kapan pun adalah sama”. Selain itu, pendidikan dipandang sebagai suatu persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri.
Tujuan pendidikan

Bagi perenialist bahwa nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi, inilah yang harus menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Sebab itu, tujuan pendidikannya adalah membantu peserta didik menyingkapkan dan menginternalisasikan nila-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.

Sekolah
Sekolah merupakan lembaga tempat latihan elite itelektual yang mengetahui kebenaran dan suatu waktu akan meneruskannya kepada generasi pelajar yang baru. Sekolah adalah lembaga yang berperan mempersiapkan peserta didik atau orang muda untuk terjun kedalam kehidupan. Sekolah bago perenialist merupakan peraturan-peraturan yang artificial dimana peserta didik berkenalan dengan hasil yang paling baik dari warisan sosial budaya.
Kurikulum

Kurikulum pendidikan bersifat subject centered berpusat pada materi pelajaran. Materi pelajaran haris bersifat uniform, universal dan abadi, selain itu materi pelajaran terutama harus terarah kepada pembentukan rasionalitas manusia, sebab demikianlah hakikat manusia. Mata pelajaran yang mempunyai status tertinggi adalah mata pelajaran yang mempunyai “rational content” yang lebih besar.
Metode

Metode pendidikan atau metode belajar utama yang digunakan oleh perenialist adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendikusikan karya-karya besar yang tertuang dalam the great books dalam rangka mendisiplinkan pikiran.
Peranan guru dan peserta didik

Peran guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai “mirid” yang mengalami proses belajar serta mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensi self-discovery, dan ia melakukan moral authority (otoritas moral) atas murid-muridnya karena ia seorang propesional yang qualifiet dan superior dibandingkan muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih, dan perfect knowledge



B. ALIRAN ESENSIALISME
a. Pengertian Esensialisme
Sebangai mana progresivisme, esensialisme dikenal sebagai gerakan pendidikan danjuga sebagai aliran filsafat pendidikan. Essensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu. Menurut Esensialisme, yang esensial tersebut harus diwariskan kepada generasi muda agar dapat bertahan dari waktu ke waktu karenaitu Esensialisme tergolong tradisionalisme.
Esensialisme tumbuh sebagai protes atau perlawanan terhadap progresivisme. Sekitar tahun 1930 timbul organisasi yang bernama esensialist Committee for the Advancement of Education. Salah seorang tokoh yang terkenal adalah Wiliam C. bagley, Arthur K. Ellis, dkk dalam bukunya mengemukakan bahwa Esensialisme berakar dari aliran filsafat idialisme dan realisme. Wiliam C. bagley (1876-1946)adalah pemimpin gerakan Eensialisme dalam dalam melawan gerakan progresivisme dari John Dedey dan W. H. kilpatrick.

b. Sejarah Perkembanggan Esensialis

Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan ke 14 Masehi. Didalam zaman Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan purbakala, terutama dizaman Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance itu merupaka reaksi terhadapa tradisi dan sebagai puncak timbulnya individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang dari aktivitas manusia.14 Gerakan esensialisme muncul pada awal tahun 1930 dengan beberapa orang pelopornya seperti William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell. Pada tahun 1938 mereka membentuk suatu lembaga yang disebut dengan “the essensialist committee for the advancement of American Education” sementara Bagley sebagai pelopor esensialsme adalah seorang guru besar pada “Teacher College” Colombia University. Bagley yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah mentransmiskan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda. Bagley dan rekan-rekannya yang memiliki kesamaan pemikiran dalam hal pendidikan sangat kritis terhadap ppraktek pendidikan progresif. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral anak muda. Setelah perang dunia ke-2, kritk terhadap pendidikan progresiv telah tersebar luar dan tampak merujuk pada kesimpulan : sekolah gagal dalam tugas mereka mentransmisikan warisan-warisan intelektual dan sosial. Esensialisme, yang memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematis dan berdisiplin.15
Aliran ini populer pada tahun 1930 an dengan populernya Wiliam Bagley (1874-1946). Pada awal abad ke-20 aliran ini dikritik sebagai aliran kaku untuk mempersiapkan siswa memasuku dunia dewasa. Namun, dengan suksesnya Ui Sopiet dalam meluncurkan Sputnik pada tahun 1957, minat pada aliran ini kembali hidup. Pada tahun 1983 The President’s Commission on Excellence in Education di AS menerbitkan laporan, A Nation at Risk, yang memperlihatkan kehidupan penganut aliran esensialis.16



c. Ciri-ciri Aliran Esensialisme

Esensialisme yang berkembang pada zaman Renaissance mempunyai tinjauan yang berbeda dengan progressivisme mengenai pendidikan dan kebudayaan. Jika progressivisme menganggap pendidikan yang penuh fleksibelitas, serba terbuka untuk perubahan, tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, toleran dan nilai-nilai dapat berubah dan berkembang, maka aliran Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah
diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi
Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif, selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan Esensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas.
Idealisme dan Realisme adalahaliran-aliran filsafat yang membentuk corak Esensialisme. Sumbangan yang diberikan oleh masing-masing ini bersifat eklektik, artinya dua aliran filsafat ini bertemu sebagai pendukung Esensialisme, tetapi tidak lebur menjadi satu. Berarti, tidak melepaskan sifat-sifat utama masing-masing.
Realisme modern yang menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan(ide-ide). Di balik duni fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Dengan menguji menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya, manusia akan dapat mencapai kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan sendiri.
Sedangkan, ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai berikut :
 minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.

 pengawasan pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
 oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
 esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.17

d. Tokoh- tokoh Aliran Esensialisme
Esensialisme didasri atas pandanga humanis yang merupakan reaksi tehadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan meterialistik. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. Beberapa tokoh utama dalam penyebaran aliran esensialisme adala:
Desiderius Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16, yang merupakan tikoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanistis dan bersifat internayional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum Aristokrat.
Johann Amos Comenius, yang hidup di seputar tahun 1592-1670, adalah seorang yang memiliki pandangan realitas dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak tuhan, karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.

John Locke, tikoh dari inggris yang hidup pada tahun 1632-1704 sebagai pemikir dunia berpendapat bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
Johann Henrich Pestalozzi, sebagai seorang tokoh yang berpandangan naturalistis yang hidup pada tahun 1746-1827. Pestalozzi memiliki kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya.
Johann Friederich Frobel, 1782-1852 sebagai tokoh yang berpandangan kosmis-sintetis dengan keyakinannya bahwa manusia adalah mahluk ciptaan tuhan yang merupakan bagian dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum alam.
Johann Friederich Harbert, yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagai salah seorang murid dari Immanuel Kant yang berpandangan kritis, Harbert berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang Mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapayan tujuan pendidikan oleh Harbert sebagai pengajaran yang mendidik.
William T. Harris, tokoh dari Amerika Serikat hidup pada tahun 1835-1909. Harris yang pandanganmya dipengaruhi oleh Hegel berusaha menerapkan idealisme obyektif pada pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual

e. Pandangan-pandangan Aliran Esensialisme
1. Pandangan relita (ontologi)
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.
Kurikulum sekolah bagi esenisalisme semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idealisme, realisme dan sebagainya. Adapun uraian mengenai realisme dan idealisme ialah:
 Realisme yang mendukung esensialisme yang disebut realisme obyektif karena mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tcmpat manusia di dalamnya. Ilmu pengetahuan yang mempengaruhi aliran realisme dapat dilihat dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisika dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang jalan khusus. Dengan demikian berarti bahwa suatu kejadian yang paling sederhana pun dapat ditafsirkan menurut hukum alam di antaranya daya tarik bumi. Sedangkan oleh ilmu-ilmu lain dikembangkanlah teori mekanisme, dan dunia itu ada dan terbangun atas dasar sebab akibat, tarikan dan tekanan mesin yang sangat besar.
 ldealisme obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis dibandingkan dengan realisme obyektif. Maksudnya adalah bahwa pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta

ini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah nyata.
Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis.

2. Pandangan tentang pengetahuan (Epistimologi)

Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistimologi esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari relita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, makna manusia pasti mengetahui dalam tingkat kualitas apa rasionya manpu memikirkan kesemestaan itu.dan berdasarkan kualitas itulah manusia memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam bidang-bidang: ilmu alam, biologi, sosial, estetika, dan agama.
3. Pandangan tentang nilai (axiologi)

Nilai, seperti hanyalah pengetahuan berakar pada dan diperoleh dari sumber-sumber obyektif. Sedangkan sifat-sifat nilai terganung dari pandangan yang timbul dari relisme dan idealisme. Menurut realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konsepsuil terlebih dahulu, melainkan tergantung dari apa atau lanjutnya akan tergantung pula dari sikap subyek.
Menurut idealisme, sesuatu yang nampak pada dunia temporal itu belum tentu mempunyai nilai bagi manusia. Sebb nilai itu berakar pada hal-hal yang temporal saja seperti halnya awan putih pada pagi hari masih tampak, tetapi siang atau sore hari sudah hilang.20

4. Pandangan tentang pendidikan
Pendidikan

Bagi penganut Esensialisme pendidikan merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, “Edukation as Cultural Conservation”. Mereka percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Sebab kebudayaan tersebut telah teuji dalam segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan adalah esensial yang mempu mengemban hari, kini dan masa depan umat manusia.
Tujuan pendidikan

Pendidikan bertujuan mentransmisikan kebudayaan untuk menjamin solidaritas sosial dan kesejahteraan umum.
Sekolah

Fungsi utama sekolah adalah memelihara nilai-nilai yang telah turun-temurun, dan menjadi penuntun penyesuayan orang (individu) kepada masyarakat. Sekolah yang baik adalah sekolah yang berpusat pada masyarakat, “society centeret school”, yaitu sekolah yang mengutamakan kebutuhan dan minat masyarakat.
Kurikulum

Kurikulum (isi pendidikan) direncanakan dan diorganisasi oleh seorang dewasa atau guru sebagai wakil masyarakat, society centered. Hal ini sesuai dengan dasar filsafat idealisme dan realisme yang menyatakan bahwa masyarakat dan alam (relisme) atau masyarakat dan yang absolut (idealisme) mempunyai perana menentukan bagaimana seharusnya individu (pesarta didik)hidup.

Metode
Dalam hal metode pendidikan Esensialisme menyarankan agar sekolah-sekolah mempertahankan metode-metode tradisional yang merhubungan dengan disiplin mental. Metode problem solving memang ada manfaatnya, tetapi bukan prosedur yang dapat diterapkan dalam seluruh kegiatan belajar.
Peranan guru dan peserta didik

Guru atau pendidik berperan sebagai mediator atau “jembatan” antara dunia masyarakat atau orang dewasa dengan dunia anak. Guru harus disiapkan sedemikian rupa agar secara teknis mampu melaksanakan perannya sebagai pengarah proses belajar. Adapun secara moral guru haruslah orang terdidik yang dapat dipercaya. Dengan denikian inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada peserta didik.
Peran peserta didik adalah belajar, bukuan untuk mengatur pelajaran. Menurut idealisme belajar, yaitu menyesuaikan diri pada kebaikan dan kebenaran seperti yang telah ditetapkan oleh yang absolut. Sedangkan menurut realisme belajar berarti penyesuaian diri terhadap masyarakat dan alam. Belajar berarti menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan kepada angktan berikutnya



C  C
Sebelum menuju pengertian filsafat Rekonstruksionalisme alangkah baiknya kita mengetahui apa arti filsafat. Filsafat adalah hasil pemikiran ahli-ahli filsafat atau filosof-filosof sepanjang zaman diseluruh dunia. Sejarah pemikiran filsafat yang amat panjang telah memperkaya ilmu filsafat. Sebagai ilmu tersendiri filsafat tidak saja telah menarik minat para pemikir, tetapi filsafat amat banyak mempengaruhi perkembangan ke seluruh budaya umat manusia.
Ajaran filsafat pada dasarnya adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa orang ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Perbedaan cara dalam meng-approach suatu masalah akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda-beda tentang masalah yang sama. Perbedaan-perbedaan itu dapat juga disebebkan latar belakang pribadi para ahli tersebut, disamping pengaruh Zaman, kondisi alam pikiran manusia di suatu tempat. Kenyataan-kenyataan itu melatarbelakangi perbedaan-perbedaan tiap-tiap pokok ajaran filsafat. Suatu ajaran filsafat juga dapat pula sebagai produk suatu zaman, produk suatu kultura dan social matrix. Dengan demikian suatu filsafat merupakan aksi reaksi atas suatu realita kehidupan manusia. Filsafat dapat membentuk cita-cita idealisme yang secara radikal berhasrat meninggalkan suatu pola kehidupan tertentu.
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris rekonstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebinggungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perennialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau dikenal dengan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu aliran rekonstruksionalisme menempuhnya dengan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas mengenai tujuan tertinggi dan terpokok dalam kehidupan manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau orang, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar ummat manusia.



1.      TOKOH-TOKOH REKONTRUKSIONALISME
Rekontruksionalisme dipelopori oleh George Count dan Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini yaitu : Carroline Pratt, Georg Count, dan Harold Rugg.
Caroline Patt menyatakan bahwa nilai terbesar suatu sekolah harus menghasilkan manusia-manusia yang dapat berfikir secara efektif dan bekerja secara konstruktif , yang saat bersamaan dapat membuat suatu dunia yang lebih baik dibandingkan dengan sekarang ini untuk hidup didalamnya.
2.    PANDANGAN REKONTRUKSIONALISME DAN PENERAPAN DALAM BIDANG PENDIDIKAN.
Aliran rekontruksionalisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamattan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina manusia melalui pendidikan yang tepat atas norma dan nilai pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia. Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh dunia tertentu.untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetahuan
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan bakikat rohani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, sementara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak. Tuhan adalah aktualitas murni yang sarna sekali sunyi dan substansi.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.
Rekontruksionisme mengingginkan pendidikan yang membangkitkan kemampuan peserta didik untuk secara konstuktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai dampak dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana bebas (Imam Barnadib.1987:26 ).





Adapun pandangan-pandangan tentang aliran rekontruksionisme, yaitu :
A. pandangan secara ontology
Dengan ontology menerangkan bagaimana hakikat dari segala sesuatu. Aliran rekontuksionalisme memandang relaita bersifat Universal, yang mana realita itu ada di mana dan sama tempat-tempat. Untuk mengerti suatu relita harus beranjak dari sesuatu yang kongkrit dan menuju kearah yang khusus penampakan diri dalam perwujudan sebagaimana yang kita lihat di hadapan kita dan ditangkap oleh panca indera manusia, hewan, dan tumbuhan atau benda lain disekeliling kita, realita yang kita ketahui dan kita hadapi tidak terlepas dari suatu system, selain substansi yang dipunyai dan tiap-tiap benda tersebut, dan dapat dipilih melalui akal pikiran. Kemudian, realita sebagai substansi selalu cenderung bergerak dan berkembang dari potensialitas menuju aktualitas. Dengan demikian gerakan tersebut mencakup tujuan dan terarah guna mencapai tujuan masing-masing dengan caranya sendiri dan diakui bahwa tiap reallita memiliki perspektif sendiri.
B. pandangan ontologis
Dalam proses interaksi sesama manusia diprelukan nilai-nilai. Begitu juga halnya dalm kehdupan manusia dengan sesamanya tidak mungkin melakukan sikap netral, akan tetapi manusia sadar atau tidak sadar telah melakukan proses penilaian, yang merupakan kecendrungan manusia. Tetapi secara umum ruang lingkup tentang pengertian “nilai” tidak terbatas.
Aliran rekontruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan asas-asas supernatural yakni menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai eologis. Hakikat manusia adalah emansipasi yang potensial yang berasal dari dan dipimpin oleh tuhan dan atas dasar inilah tinjuauan tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahuinya. Kemudiam manusia sebagai subject telah memiliki potensi-potensi kebaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya. Kebaikan itu akan tetap tinggi nilainya bila dikuasai oleh hawa nafsu belaka, karena itu akal mempunyai peran untuk memberi penentuan.

C. pandangan epistemology
kajian epsitomologi aliran ini lebih merujuk pada pendapat aliran pragmatisme dan perenialisme. Berpijak dari pemikiran bahwa untuk memahami relita alam nyata memerlukan azas tahu dalam arti bahwa tidak mungkin memahami realita ini tanpa melalui proses pengalaman dan hubungan dengan realita terlebih dahulu melalui penemuan suatu pintu ilmu pengetahuan. Karenanya baik akal ataupun rasio sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan, dan akal dibawa oleh panca indra menjadi pengetahuan dalam yang sesungguhnya. Ini juga berpendapat bahwa dasar suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan self evidence, yakni bukti yang ada pada diri sendiri, realita dan eksistensinya.Pemahaman bahwa pengetahuan yang benar buktinya ada dalam pengetahuan ilmu itu sendiri.
Dalam rekontruksionisme tugas guru yaitu memberikan kesadaran kepada peserta didik terhadap masalah yang dihadapi , membantu peserta didik agar dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan baik.
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Menginggat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Menyusun kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil penelitian dan pemikiran yang mendalam. Penyusunan kurikulum tanpa landasan-landasan yang kuat akan berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya akan berakibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Landasan yang digunakan itu salah satunya yaitu filsafat pendidikan rekontruksionisme.


D.Pandangan  Aksiologi
Aksiologi : Nilai kegunaan ilmu, penyelidikan tentang prinsip-prinsip nilai. Brameld dalam Syom (1988) membagi ni­lai dalam aksiologi menjadi : 1). Moral conduct, tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu Ethika, 2). Esthetic expression, ekspresi keindahan, yang melahirkan Esthetika, dan 3). Socio-polical life, kehidupan sosio-politik, Yang melahirkan ilmu filsofat sosio-politik.
Masalah-masalah aksiologi di atas menjelaskan dengan keriteria atau prinsip tertentu, apakah yang dianggap baik di dalam tingkah laku manusia itu, apakah yang dimaksud in­dah dalam seni dan apakah yang benar dan diinginkan dalam organisasi social kemasyarakatan-kenegaraan.
Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan mengintegrasikan nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan membinakannya dalam kepribadian anak didik. Memang un­tuk menjelaskan apakah yang baik itu, benar, buruk dan jahat bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan buruk, dalam arti mendalam dimaksudkan untuk membina kepribadian ideal anak, jelas merupakan tugas utama pendidikan.
Pendidikan harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk dan sejenisnya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari segi etika, estetika dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai itu terintegrasi dan saling berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga, tetangga, kota, negara adalah nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia pendidikan bahkan sebalik­nya harus mendapat perhatian.
  Selanjutnya untuk mengenal perkembangan pemikiran dunia filsafat pen­didikan, berikut dikemukakan beberapa aliran filsafat pendidik­an, diantaranya; Progressivisme, Esensialisme, Perennialisme dan Rekonstruksionalisme.



Penutup

Kesimpulan
Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialsme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi didunia ini penuh kekacawan, ketikdak pastian dan ketidak teraturan, terutama pada kehidupan moral, intelektual dan sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk mengamankan ketidak beresan ini.

Sebangai mana progresivisme, esensialisme dikenal sebagai gerakan pendidikan danjuga sebagai aliran filsafat pendidikan. Essensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental, atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu. Menurut Esensialisme, yang esensial tersebut harus diwariskan kepada generasi muda agar dapat bertahan dari waktu ke waktu karenaitu Esensialisme tergolong tradisionalisme.
Dalam konteks pendidikan, aliran rekonstruksionalisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan itu lama dengan membangun tata susunan baru yang bercorak modern.
Aliran rekontruksionalisme pada dasarnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang memiliki kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran




Daftar pustaka
Drs. Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, (jakarta): penerbit BUMI AKSARA, 2008
Drs, Amsal Amri, studi filsafat pendidikan, (Banda Aceh): yayasan PeNA, 2009
Dinn Wahyudin, dkk, pengantar pendidikan, (Jakarta): Universitas Terbuka, 2010
Drs. Parasetya, filsafat pendidikan, (Bandung): Pustaka Setia, 2002
PROF. DR. A. Chaedra Alwasiah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, (Bandung):Pt Remaja Rosdakarya, 2008
http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/2011/12/23/filsafat-pendidikan/
http://luphypamali.blogspot.com/2012/03/perenialisme.html
http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/aliran-perenialisme-dalam-pendidikan/
http://sentangperkasa.yolasite.com/blog/pendidikan-menurut-pandangan-perenialisme

http://dadanggani.blogspot.com/2012/03/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar